Rabu, 20 Juli 2011

ASKEP ULKUS KORNEA

ASKEP ULKUS KORNEA
PENGERTIAN
   Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi (kerusakan) pada bagian epitel kornea. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)
   Infiltrasi disertai hilangnya sebagian jaringan kornea
   Luka terbuka pada lapisan kornea yang paling luar

ETIOLOGI
Faktor penyebabnya antara lain:
  • >  Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya
  •   Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
  • Ø  Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
  • Ø  Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson, sindrom defisiensi imun.
  •  Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya : kortikosteroid, IUD, anestetik lokal dan golongan imunosupresif.
Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :
§  Bakteri
Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.
§  Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola
§  Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
§  Reaksi hipersensifitas
Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)
Dengan pengobatan, ulkus kornea dapat sembuh tetapi mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang menyebabkan pembentukan jaringan parut dan menganggu fungsi penglihatan. Komplikasi lainnya adalah infeksi di bagian kornea yang lebih dalam, perforasi kornea (pembentukan lubang), kelainan letak iris dan kerusakan mata.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan adalah:
- Ketajaman penglihatan
- Tes refraksi
- Tes air mata
- Pemeriksaan slit-lamp
- Keratometri (pengukuran kornea)
- Respon refleks pupil
- Goresan ulkus untuk analisa atau kultur
- Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

PENGOBATAN
1.      Tergantung kepada penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti-virus atau anti-jamur.
2.      Corticosteroid.
3.      Pencangkokan kornea

TANDA DAN GEJALA
¤  Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan menimbulkan sikatrik kornea.
¤  Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis. Gejala obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat.
¤  Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.
- Fotofobia
- Rasa sakit dan lakrimasi
(Darling,H Vera, 2000, hal 112)
¤  Gejala lainnya adalah:
- gangguan penglihatan
- mata merah
- mata terasa gatal
- kotoran mata.

MACAM-MACAM ULKUS KORNEA SECARA DETAIL
Ulkus kornea dibagi dalam bentuk :
1.      Ulkus kornea sentral
a.       Ulkus kornea oleh bakteri
Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada faktor pencetusnya (kornea yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah :
- Streptokokok pneumonia
- Streptokokok alfa hemolitik
- Pseudomonas aeroginosa
- Klebaiella Pneumonia
- Spesies Moraksella
b.      Ulkus kornea oleh virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks
c.       Ulkus kornea oleh jamur
Hal ini dimungkinkan oleh :
Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama atau pemakaian kortikosteroid jangka panjang, infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik.
2.      Ulkus marginal
Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat dengan limbus.
Ulkus marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas.
a.       Ulkus cincin
-          Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran kornea, bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu mata.
-          Penyebabnya adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama penyakit disentri basile, influenza berat dan penyakit imunologik. Penyakit ini bersifat rekuren.
-          Pengobatan bila tidak terjad infeksi adalah steroid saja.
b.      Ulkus kataral simplek
-          Letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan subu terpanjang tukak sejajar dengan limbus.
-          Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus ditepiya terlihat bagian yang bening. Terjadi ada pasien lanjut usia.
-          Pengobatan dengan memberikan antibiotik, steroid dan vitamin.
c.       Ulkus Mooren
-          Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi.
-          Penyebabya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau autoimun.
-          Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.
-          Pengobatan degan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi konjungtiva, keratektomi dan keratoplasti.
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)

PENATALAKSANAAN
Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri (kadang sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli opthalmologi.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan )
b. Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg
c. Pemeriksaan oftalmoskopi
d. Pemeriksaan Darah lengkap, LED
e. Pemeriksaan EKG
f. Tes toleransi glukosa

PENGKAJIAN
a.       Aktifitas / istirahat : perubahan aktifitas
b.      Neurosensori : penglihatan kabur, silau
c.       Nyeri : ketidaknyamanan, nyeri tiba-tiba/berat menetap/tekanan pada sekitar mata
d.      Keamanan : takut, ansietas
(Doenges, 2000)

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan :
a.       Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat
Intervensi :
- Kaji derajat dan durasi gangguan visual
- Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru
- Jelaskan rutinitas perioperatif
- Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu
- Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
b.      Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :
- Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
- Orientasikan pasien pada ruangan
- Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperlukan
- Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
- Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata
c.       Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau pemberian tetes mata dilator
Intervensi :
- Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep
- Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
- Kurangi tingkat pencahayaan
- Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat
d.      Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :
-          Beri instruksi pada pasien orang terdekat mengenai tanda dan gejala, komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter
-          Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat
-          Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
-          Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan
e.       Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan
Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan
Kriteria hasil : Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan, menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat
Intervensi:
- Perkenalkan pasien dengan lingkungannya
- Beritahu pasien mengoptimal alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan
- Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas
- Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas
- Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang
f.       Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit
Tujuan: Pasien memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai penyakitnya
Kriteria hasil:
a.Pasien memahami instruksi pengobatan
b.Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan
Intervensi:
- Beritahu pasien tentang penyakitnya
- Ajarkan perawatan diri selama sakit
- Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata, penggantian balutan pasien, keluarga
- Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan

DAFTAR PUSTAKA
1.      Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1998.
2.      Darling, Vera H & Thorpe Margaret R. Perawatan Mata. Yogyakarta : Penerbit Andi; 1995.
3.      Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta, 2000

Kamis, 23 Juni 2011

ASKEP Disseminated intravascular coagulation (DIC)


ASKEP Disseminated intravascular coagulation (DIC)

A.   DEFINISI

Disseminated Intravascular Coagulation (D.I.C.) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar diseluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya factor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan pendarahan. D.I.C dikarakteristikkan oleh akselerasi proses koagulasi di mana trombosis dan hemoragi terjadi secara simultan.
Disseminated intravascular coagulation (D.I.C) adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh. Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat, beberapa jam sampai satu sampai dua hari (acute D I C) dan dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-minggu sampai berbulan-bulan (chronic D I C).

B.     ETIOLOGI
Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut
1.      Hipofibrinogenemia
2.      Trombositopenia ( merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal, ini dapat terjadi akibat terkurangnya produksi trombosit oleh sum-sum tulang atau akibat meningkatnya penghancuran trombosit).
3.      Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah
4.      Fibrinolisis berlebihan.
Penyakit- penyakit yang menjadi predisposisi DIC adalah sebagai berikut
1.      Infeksi ( demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia). Dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)
2.      Komplikasi kehamilan ( solusio plasenta, kematian janin intrauterin, emboli cairan amnion).
3.      Setelah operasi (  operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi, splenektomi).
4.      keganasan ( karsinoma prostat, karsinoma paru, leukimia akut).
5.      Penyakit hati akut ( gagal hati akut, ikterus obstruktif).
6.      Trauma berat terjadi palepasan jaringan dengan jumlah besar ke aliran pembuluh darah. Pelepasan ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan endotel sehingga akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam jumlah yang besar kemudian mengaktivasi pembekuan darah secara sistemik.

C.    MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang sering timbul pada klien DIC adalah sebagai berikut
1.      Perdarahan dari tempat – tempat pungsi, luka, dan membran mukosa pada klien dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis atau kanker.
2.      Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum.
3.      Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.
4.      Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan.
5.      Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.
6.      Trombosis dan pra gangrenosa di jari, genetalia, dan hidung

D.    PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai berbagai mekanisme untuk mencegah pembekuan darah dengan terdapatnya kecepatan aliran darah. Selain itu, aktifitas faktor pembekuan darah bisa dibawah normal hingga tidak menyebabkan pembekuan. Peranan hati membersihkan faktor-faktor pembekuan dan mencegah pembentukkan trombin, antara lain dengan anti trombin III. Dalam beberapa keadaan, misalnya aliran darah yang lambat atau oleh karena syok, kegagalan hati, dan hipoksemia dapat menyebabkan DIC. Dalam keadaan ini, terjadi fibrinolisis disebabkan plasminogen diubah menjadi plasmin dan terjadilah penghancuran fibrinogen. Akibatnya, faktor V dan VII yang menstabilkan darah dalam pembuluh darah tidak aktif, sehingga dapat terjadi DIC. Pada diatesis hemoragik, seluruh trombosit dan faktor koagulasi digunakan untuk bembekuan darah, sehingga tidak terdapat faktor yang mempertahankan integritas pembuluh darah sebagai akibatnya darah menembus keluar pembuluh darah.

E.     KOMPLIKASI
·           Syok
·           Edema Pulmoner
·           Gagal Ginjal Kronis
·           Gagal Sistem Organ Besar
·           Konvulsi
·           Koma
·           Hipovolemia
·           Hipoksia
·           Hipotensi
·           Asidosis
·           Perdarahan intracranial
·           Gastrointestinal
·           Iskemia
·           Emboli paru
·           Penyakit kardiovaskuler
·           Penyakit autoimun
·           Penyakit hati menahun

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan darah menunjukan hipofibrinogemia, terjadinya peningkatan produk hasil degradasi fibrin (D-dimer yang paling sensitif), trombositopenia dan waktu protrombrin yang memanjang (long prothrombin time). Diagnosis DIC tidak dapat ditegakan hanya berdasarkan satu tes laboratorium, karena itu biasanya digunakan beberapa  hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berdasarkan kondisi klinik pasien.
Dalam praktik klinik diagnosis DIC dapat ditentukan atas dasar temuan yaitu :
1.      Adanya penyakit yang mendasari terjadinya DIC.
2.      Pemeriksaan trombosit kurang dari 100.000/mm³.
3.      Pemanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT).
4.      Adanya hasil degradasi fibrin di dalam plasma (ditandai dengan peningkatan D-dimer).
5.      Rendahnya kadar penghambat koagulasi (Antitrombin III)

Rendahnya trombosit pada DIC menandakan adanya aktivasi trombin yang terinduksi dan penggunaan trombosit. Memanjangnya waktu pembekuan menandakan menurunnya jumlah faktor pembekuan yang tersedia seperti vitaminK.
Pemeriksaan kadar penghambat pembekuan (AT III atau protein C) berguna untuk memberikan informasi prognostik. Pemeriksaan hasil degradasi fibrin seperti D-dimer, akan membantu untuk membedakan DIC dengan kondisi lain yang memiliki gejala serupa, pemanjangan waktu pembekuan dan turunnya trombosit, seperti pada penyakit hati kronik.
Rekomendasi KonNas Tatalaksana DIC pada Sepsis tahun 2001
Kriteria minimal untuk diagnosis DIC adalah didapatkan keadaan atau gambaran klinik yang dapat menyebabkan DIC dengan manifestasi perdarahan, tromboemboli atau keduanya, disertai dengan pemeriksaan laboratorium trombositopenia dan gambaran eritrosit sel Burr atau D-dimer positif. Bilamana fasilitas laboratorium memungkinkan dapat digunakan kriteria menurut Bick atau berdasarkan skor DIC dari ISTH 2001.

n  Kriteria Laboratorium DIC menurut KonNas Tatalaksana DIC pada sepsis 2001
1.        Hitung trombosit                     : trombositopeni pada 98% DIC
2.        PT                                            : memanjang pada 50-70% DIC
3.        aPTT                                        : memanjang pada 50-60% DIC
4.        Masa Trombin                         : memanjang
5.        Fibrinogen                               : menurun
6.        sFM (soluble fibrin monomer)
7.        D-dimer                                   : meningkat
8.        FDP                                         : meningkat
9.        Antitrombin                            : menurun

n  Kriteria Laboratorium DIC menurut Bick
1.        Aktivasi prokoagualan            : PF1+2, TAT, D-dimer, fibrinopeptide
2.        Aktivasi fibrinolitik                 : D-dimer, FDP, plasmin, PAP
3.        Konsumsi inhibitor                  : AT III, TAT, PAP, Protein C & S
4.        Kerusakan/kegagalan organ    : LDH, kreatinin, pH, pO2

n  Sistem Skor DIC (ISTH 2001)
1.    Penilaian risiko: apakah terdapat penyebab DIC?
                               (jika tidak ada, penilaian tidak dilanjutkan)
2.     Uji Koagulasi (trombosit, PT, D-dimer, fibrinogen)
3.     Skor:
§  Trombosit                    : > 100000                   = 0      
                        50000-100000            = 1 
                        <50000                        = 2
§  D-dimer                       : < 500                         = 0      
                        500-1000                     = 1            
  >10000                      = 2
§  PT memanjang            : <3 detik                     = 0      
            4-6 detik                      = 1        
             >6 detik                      = 2
§  Fibrinogen                   : <100mg/dl                = 1      
            >100 mg/dl                 = 0
4.    Jumlah skor:
                 ≥ 5 : sesuai DIC          : skor diulang setiap hari
                 < 5 : sugestif DIC       : skor diulang dalam 1-2 hari.

  1. PENATALAKSANAAN
1.      Atasi penyakit primer yang menimbulkan DIC
2.      Tindakan pendukung seperti oksigen suplemen dan cairan IV untuk mempertahankan tekanan darah.
3.      Pemberian heparin. Heparin dapat diberikan 200 U/KgBB IV tiap 4-6jam. Kenaikan kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam, setelah 24-48 jam setelah mencapai nilai normal.
4.      Terapi pengganti. Darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang keluar, tranfusi trombosit, dan plasma beku segar untuk mengontrol perdarahan. Dalam pengobatan yang maksimal bila dalam jangka waktu seminggu masih terjadi perdarahan terus maka keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate.
5.      Obat penghambat fibrinolitik (amicar) yang memblok akumulasi produk degradasi fibrin dan harus diberikan setelah terapi heparin.
6.      Dapat diberikan plasma yang mengandung faktor VIII, sel darah merah, dan trombosit.



















  1. PATHWAY












 





























ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1.      Kaji adanya faktor- faktor predisposisi
a.       Septikemia
b.      Komplikasi obstetrik
c.       Sindrom distres pernafasan dewasa / ARDS
d.      Luka bakar berat dan luas
e.       Neoplasia
f.       Gigitan ular
g.      Penyakit hepar
h.      Bedah kardiopulmonal
i.        Trauma
2.      Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan hal-hal dibawah ini
a.       Perdarahan
·           Hematuria
·           Rembesan darah dari sisi pungsi vena dan luka
·           Epistaksis
·           Perdarahan GI tract ( hematemesis melena)


b.      Kerusakan perfusi jaringan
·           Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, atau sakit kepala
·           Ginjal : penurunan pengeluaran urine
·           Paru-paru : dispnea, ortopnea
·           Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada lengan perifer atau kaki )
3.      Pemeriksaan diagnostik
a.       Jumlah trombosis rendah
b.      PT (Protombin time) dan PTT memanjang
c.       Degradasi produk fibrin meningkat
d.      Kadar fibrinogen plasma darah rendah
B. DIAGNOSA
1.      Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder terhadap DIC
2.      Resiko cidera berhubungan dengan perubahan status koagulasi, trombositpeni.
3.      Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan defisit volume intravaskuler, trombosis.
C. INTERVENSI
1.      Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder terhadap DIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan dapat adekuat
·           Tidak ada manifestasi syok
·           Tetap sadar dan berorientasi
·           Tidak ada perdarahan
·           Nilai laboratorium dalam rentang normal
Intervensi Keperawatan
a.       Pantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital dan perdarahan baru.
b.      Waspadai perdarahan.
c.       Kolaborasi pemberian :
·           Terapi heparin à perhatikan pembentukan tanda-tanda antibodi antitrombosit oleh penurunan tiba - tiba dari jumlah trombosit.
·           Berikan transfusi darah sesuai dengan prosedur dan evaluasi dengan ketat terhadap manifestasi reaksi transfusi. Hentikan transfusi bila terjadi reaksi.
d.      Jelaskan tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang akan dilakukan
e.       Lakukan pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta berikan informasi yang dibutuhkan dengan bahasa yang jelas.
2.      Resiko cidera berhubungan dengan perubahan status koagulasi, trombositpeni.
Tujuan
·           Bleeding precautions & bleeding reduction.
·           Surveillance safety
Intervensi Keperawatan
a.       Monitor  perdarahan dan identifikasi penyebab perdarahan.
b.      Monitor status cairan
c.       Monitor hasil laboratorium untuk PT, PTT, Fibrinogen, FDP, AT
d.      Pertahankan tirah baring selama perdarahan aktif
e.       Intruksikan klien untuk meningkatkan intake makanan yang mengandung vitamin K dan menghindari aspirin/antikoagulan lain.
f.       Monitor gangguan fisik/kognitif yang dapat mendorong perilaku tidak aman.
g.      Tentukan tingkat pengawasan yang dibutuhkan klien.
h.      Sediakan pengawasan untuk monitoring klien dan tindakan terapeutik.
3.      Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan defisit volume intravaskuler, trombosis.
Tujuan
·           Circulatory care
Intervensi keperawatan
a.       Kaji derajat ketidaknyamanan/ nyeri
b.      Lakukan pengkajian komperhensif terhadap sirkulasi perifer ( nadi perifer, edema, warna, dan temperatur ekstrimitas ).
c.       Dorong latihan ROM selama tirah baring
d.      Ganti posisi pasien tiap 2 jam
e.       Pertahankan hidrasi adekuat
f.       Monitor status cairan.




KESIMPULAN
                                    Berdasarkan makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa Disseminated intravascular coagulation (D.I.C) adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh. Gangguan DIC ini disebabkan oleh hipofibrinogenemia, rombositopenia, beredarnya  antikoagulan, dalam sirkulasi darah, fibrinolisis berlebihan, Infeksi, komplikasi kehamilan, setelah operasi, trauma berat, keganasan. Bila penyakit sudah parah dapat terbentuk banyak bekuan yang menyebabkan hambatan aliran darah di semua organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan organ yang luas. Angka kematian lebih dari 50 %.


DAFTAR PUSTAKA
Handayani, wiwik, dan Haribowo, sulistyo Andi.2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika : Jakarta.
Kumala, poppy.1998.Kamus kedokteran Dorland. EGC : Jakarta.
Muttaqin, arif.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Salemba Medika : Jakarata.
Waterbury, Larry.1998. buku saku hematology edisi 3. EGC : Jakarta.